Diary Untuk Anak-ku
Memang saat ini aku belum punya anak. So What?? Ini adalah
harian mengenai rencana akan apa yang aku ajarkan. Kalau aku tulis di buku
harian, nggak ada jaminan itu akan awet. Kalau aku tulis di Blog, maka selama
dunia ini masih ada internet, tulisan ini akan abadi.
UCAPAN SAAT SUNGKEM
Aku adalah anak yang terlahir dari ayah yang berasal dari
Bantul Yogyakarta, dan Ibu dari Cilacap Jawa Tengah. Setiap kali lebaran, dan
pulang kerumah Alm. Mbah ku yang dibantul, aku selalu melihat Ayah dan Ibuku
sungkem kepada ke-dua mbah ku yang dari Ayah. Dalam hati aku selalu bertanya :
“Kenapa aku nggak disuruh sungkem? Tapi sungkem pun aku
nggak tahu mantranya –karena sungkem pake bahasa Jawa kromo alus- “
Pada malam lebaran tanggal 8 Agustus 2013 aku memberanikan
bertanya pada orangtua-ku….
“Kenapa aku nggak tahu, dan nggak pernah disuruh sungkem ke
bapak ma ibu?”
Orang tua ku yaitu ibu dari ibu menjawab “Di keluarga Ibu,
nggak ada tradisi sungkem”
“Kalo bapak ada….” Tidak menjawab pertanyaan ku.
Kemudian aku melanjutkan pertanyaan :
“Mantra sungkem bunyinya apa?”
“Untuk apa?” Tanya Ibu dari Ibu.
“ Untuk di ajarkan ke Anakku besok… Biar bisa sungkem ke
Bapak ma Ibu ma Aku…”
“Was wes wos paringgi aku sugih” Sahut ibuku spontan.
“Serius nih bu….”
Kemudian bapak ku menjawab begini :
“Kepareng matur dhumateng ngersanipun(Nama Diri). Kulo
Ngaturaken sedoyo lepat ingkan kulo sengojo ugi inkag kulp mboten sengojo.
Mugi-mugi saget lebur ing dhinten meniko. Amin. Lantaran saking (nama diri)”
Nah sang orang tua menjawab :
“Iyo, tak tompo. Bapak yo njaluk pangapuro ono klera
klerune. Mugo iso lebur ing dhinten riyo yo iki ndok (Nama yang meminta maaf)”
Untuk calon anakku, besok aku (ibu) akan mengajarkanmu
sungkem. Mungkin aku sendiri akan canggung, karena belum pernah melakukan ini.
Namun jika ini hal baik, tak ada salahnya kita pelajari.
SEMANGAT NAK, IBU MENCINTAIMU BAHKAN DARI SAAT NYAWAMU MASIH
DI SURGA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar