Kamis, 29 Agustus 2013

AYAM KATE catatan Ke-1

Karena adekku masuk FAPET (Fakultas Peternakan UNSOED), ibuku memberikan adek-ku 2 ayam. Ayamnya adalah Ayam Kate. Harganya 20.000/ekor kadangnya 45.000. Masih kecil. Inilah aksi adekku menggurus ayam saat pertama kali.

 (Ayam Kate Pertama tiba dirumah tanggal 26 Mei 2013)

Karena itu adalah ayam pertama kami sekeluarga, kami nge-blank mau digimanakan tuh ayam?? Adekku saja baru 1 tahun masuk FAPET dan itu belum dapat Ilmu Peternakan. Ahaha…. Tapi kata adekku

“ Bawah kandangnya di kasih Koran Mbak, biar ayamnya gak kejeblos-jeblos kalo jalan”
Weh lah dalah, aku langsung cari’in Koran untuk ayam kate itu.  Hal yang selanjutnya membuat bingung… 

“Makan apa nih ayam?” Kami nggak ada dedek. Alhasil, aku dengan memutar kepala menyatakan “Dikasih beras aja…” dan aku di suruh ambil beras. Tapi saat dikasihkan, mereka belum mau makan beras. Terus adikku bilang…

“Kasih runtukan Hatari Crackers” Aku pun langsung ambil Hatari Crackers meremukannya dan memberikan ke ayam-ayam itu. Pertama, mereka di beri makan di luar kandang. Dan mereka mau makan.

Konyolnya aku, adekku dan ibuku (waktu itu ayahku ke masjid sholat dhuhur) adalah itu kandang di taruh di dalam rumah. Wkakakaka…. Nah pas ayahku pulang, langsung bilang “Taruh di luar aja.” Tapi kami kemudian bingung, mau ditaruh mana? Halaman samping buat bunga-bungaku. Halaman depan teras, nggak pantes. Akhirnya untuk sementara, di taruh diteras.

Hal lucu lainnya adalah, karena takut ke dua anak ayam kate itu kedinginan, kamipun memasukkan kembali kandang ke dalam rumah di malam hari. Di letakkan di dekat ruang tamu, depan gudang, dekat kamar adekku juga. Dan mereka pun “Piyak… Piyak ” berbunyi terus sepanjang malam. Anehnya, saat ada orang mendekat atau berada disekitanya, mereka berhenti bersuara. Akhirnya, adekku merasa frustasi, kerena kamarnya agak dekat dengan kandang kate. Dia menamainya “Ayam Kentir”, dan meminta ibuku untuk menemani ke dua ayam itu di ruang tamu. Memang tidak bersuara. Tapi masa ibuku semalaman tidur di ruang tamu.

Aku tidak begitu tahu proses dan perjuangan merawat ke-2 ayam kate ini. Hal itu karena aku harus segara kembali ke Jogja. Dan setelah pada bulan Juli aku kembali, anak ayam kate yang tadinya kecil jadi besar. Ini fotonya :
(Foto Ayam Kate-ku saat pertama kali di beli “Mei”)


(Foto Ayam Kate-ku pada bulan Juli)

Yang agak disayangkan adalah, ternyata dua-duanya adalah “babon”. Padahal saat orangtuaku beli di penjualnya, katanya pasangan. Namun, meskipun agak kecewa aku tetap suka keduanya, hal itu karena ayam Kate yang sebelah Kanan, jumlah jari kakinya ada 5. Itu unik. Selain itu mereka juga punya bulu berwarna putih, yang lembut, halus dan bersih. Oh ya… mereka itu sedang nangkring di dekat atap loh. Itu cara ayahku melatih ayam kate itu terbang dan ternyata berhasil.

Selasa, 20 Agustus 2013

UCAPAN SAAT SUNGKEM

Diary Untuk Anak-ku

Memang saat ini aku belum punya anak. So What?? Ini adalah harian mengenai rencana akan apa yang aku ajarkan. Kalau aku tulis di buku harian, nggak ada jaminan itu akan awet. Kalau aku tulis di Blog, maka selama dunia ini masih ada internet, tulisan ini akan abadi.

UCAPAN SAAT SUNGKEM

Aku adalah anak yang terlahir dari ayah yang berasal dari Bantul Yogyakarta, dan Ibu dari Cilacap Jawa Tengah. Setiap kali lebaran, dan pulang kerumah Alm. Mbah ku yang dibantul, aku selalu melihat Ayah dan Ibuku sungkem kepada ke-dua mbah ku yang dari Ayah. Dalam hati aku selalu bertanya :

“Kenapa aku nggak disuruh sungkem? Tapi sungkem pun aku nggak tahu mantranya –karena sungkem pake bahasa Jawa kromo alus- “

Pada malam lebaran tanggal 8 Agustus 2013 aku memberanikan bertanya pada orangtua-ku….

“Kenapa aku nggak tahu, dan nggak pernah disuruh sungkem ke bapak ma ibu?”
Orang tua ku yaitu ibu dari ibu menjawab “Di keluarga Ibu, nggak ada tradisi sungkem”
“Kalo bapak ada….” Tidak menjawab pertanyaan ku.

Kemudian aku melanjutkan pertanyaan :
“Mantra sungkem bunyinya apa?”
“Untuk apa?” Tanya Ibu dari Ibu.
“ Untuk di ajarkan ke Anakku besok… Biar bisa sungkem ke Bapak ma Ibu ma Aku…”
“Was wes wos paringgi aku sugih” Sahut ibuku spontan.
“Serius nih bu….”

Kemudian bapak ku menjawab begini :

“Kepareng matur dhumateng ngersanipun(Nama Diri). Kulo Ngaturaken sedoyo lepat ingkan kulo sengojo ugi inkag kulp mboten sengojo. Mugi-mugi saget lebur ing dhinten meniko. Amin. Lantaran saking (nama diri)”

Nah sang orang tua menjawab :

“Iyo, tak tompo. Bapak yo njaluk pangapuro ono klera klerune. Mugo iso lebur ing dhinten riyo yo iki ndok (Nama yang meminta maaf)”


Untuk calon anakku, besok aku (ibu) akan mengajarkanmu sungkem. Mungkin aku sendiri akan canggung, karena belum pernah melakukan ini. Namun jika ini hal baik, tak ada salahnya kita pelajari.


SEMANGAT NAK, IBU MENCINTAIMU BAHKAN DARI SAAT NYAWAMU MASIH DI SURGA.